11 Maret 2013

Khasiat Habbatussauda’ ( Jinten hitam/Black seed/Niggela Sativa)
habbatussaudaSeiring dengan perkembangan teknologi, tanpa disadari perkembangan terapi modern tidak mutlak mampu meyembuhkan beberapa penyakit, bahkan obat-obatan yang sekarang beredar sebagian ada yang menyimpan efek samping yang membahayakan tubuh manusia.
Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda : ‘ Gunakanlah Al Habbatussauda’, karena didalamnya terdapat obat   utk segala macam penyakit kecuali as Sam (maut)  (Shahih Bukhori dan Muslim).
Mengkonsumsi Habbaatussauda’ sebagai obat yang dianjurkan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam tidak begitu dikenal oleh muslimin di Indonesia, Padahal di berbagai negara (Eropa, Amerika dan sejumlah negara Asia) Obat ini mengalami kepoluleran yang sangat nyata dengan dilakukan beberap riset ilmiyah untuk mengungkap kebenaran hadits tersebut. ( diantaranya oleh Profesor El Dakhany dari Microbiologi Research Center, Arabia, Dr Michael Tierra L.A.C.O MD, Pharmachology Research Department Laboratory, Departement Pharmachy King College London dll).
Diantara manfaat habbatussauda’ :
Menguatkan sistem kekebalan
Jinten Hitam (Habbatussauda) dapat meningkatkan jumlah se-sel T, yang baik untuk meningkatkan sel-sel pembunuh alami. Evektifitasnya hingga 72 % jika dibandingkan dengan plasebo hanya 7 %. Dengan demikian mengkonsumsikan Habbatussauda’ dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Pada tahun 1993, Dr Basil Ali dan koleganya dari Collge of Medicine di Universitas King Faisal, mempublikasikan dalam jurnal Pharmasetik Saudi. Keampuhan extract Habbatussauda diakui Profesor G Reimuller, Direktur Institut Immonologi dari Universitas Munich, dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat digunakan sebagai bioregulator. Dengan demikian Habbatussauda dapat dijadikan untuk  penyakit yang menyerang kekebalan tubuh seperti kanker dan AIDS.
Meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan Kewaspadaan
Dengan kandungan asam linoleat (omega 6 dan asam linoleat (Omega 3), Habbatusssauda merupakan nutrisi bagi sel otak berguna untuk meningkatkan daya ingat dan kecerdasan, Habbatussauda juga memperbaiki mikro (peredaran darah) ke otak dan sangat cocok diberikan pada anak usia pertumbuhan dan lansia.
Meningkatkan Bioaktifitas Hormon
Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endoktrin, yang masuk dalam peredaran darah. Salah satu kandungan habbatussauda adalah sterol yang berfungsi sintesa dan bioaktivitas hormon.
Menetralkan Racun dalam Tubuh
Racun dapat menganggu metabolisma dan menurunkan fungsi organ penting seperti hati, paru-paru dan otak. Gejala ringan seperti keracunan dapat berupa diare, pusing, gangguan pernafasan dan menurunkan daya konsentrasi. Habbatussauda’ mengandung saponin yang dapat menetralkan dan membersihkan racun dalam tubuh.
Mengatasi gangguan Tidur dan Stress
Saponin yang terdapat didalam habbatussauda memiliki fungsi seperti kortikosteroid yang dapat mempengaruhi karbohidrat, protein dan lemak serta mempengaruhi fungsi jantung, ginjal, otot tubuh dan syaraf. Sapion berfungsi untuk mempertahankan diri dari perubahan lingkungan, gangguan tidur, dan dapat menghilangkan stress.
Anti Histamin
Histamin adalah sebuah zat yang dilepaskan oleh jaringan tubuh yang memberikan reaksi alergi seperti pada asma bronchial. Minyak yang dibuat dan Habbatussauda dapat mengisolasi ditymoquinone, minyak ini sering disebut nigellone yang berasal dari volatile nigella. Pemberian minyak ini berdampak positif terhadap penderita asma bronchial. Penelitian yang dilakukan oleh Nirmal Chakravaty MD tahun 1993 membuktikan kristal dari niggelone memberikan efek suppressive. Kristal-kristal ini dapat menghambat protemkinase C, sebuah zat yang memicu pelepasan histamin. Penelitian lain membuktikan hal serupa. Kali ini dilakukan Dr Med. Peter Schleincher, ahli immonologi dari Universitas Munich. Ia melakukan pengujian terhadap 600vorang yang mederita alergi. Hasilnya cukup meyakinkan 70 % yang mederita alergi terhadap, sebuk, jerawat, dan asma sembuh setelah diberi minyak Nigella (Habbatussauda’). Dalam praktiknya Dr Schleincher memberikan resep habbatussauda’ kepada pasien yang menderita influenza.
Memperbaiki saluran pencernaan dan anti bakteri
Habbatussauda’ mengandung minyak atsiri dan volatif yang telah diketahui manfaatnya untuk memperbaiki pencernaan. Secara tradisional minyak atsiri digunakan untuk obat diare. Tahun 1992, jurnal Farmasi Pakistan memuat hasil penelitian yang membuktikan minyak volatile lebih ampuh membunuh strainbakteri V Colera dan E Coli dibandingkan dengan antibiotik seperti Ampicillin dan Tetracillin.
Melancarkan Air Susu Ibu
Kombinasi bagian lemak tidak jenuh dan struktur hormonal yang terdapat dalam minyak habbatussauda dapat melancarkan air susu ibu. Penelitian ini kemudian di publikasikan dalam literature penelitian di Universitas Potchestroom tahun 1989.
Tambahan Nutrisi Pada Ibu Hamil dan Balita
Pada masa pertumbuhan anak membutuhkan nutrisi untuk meningkatkan system kekebalan tubuh secara alami, terutama pada musim hujan anak akan mudah terkena flu dan pilek. Kandungan Omega 3, 6, 9 yang terdapat dalam habbatussauda merupakan nutrisi yang membantu perkembangan jaringan otak balita dan janin.
Anti Tumor
Pada Kongress kanker International di New Delhi , minyak habbatussauda diperkenalkan ilmuwan kanker Immonobiologi Laboratory dari California Selatan, habbatussauda dapat merangsang sumsum tulang dan sel-sel kekebalan, inferonnya menghasilkan sel-sel normal terhadap virus yang merusak sekaligus menghancurkan sel-sel tumor dan meningkatkan antibody
Nutrisi bagi manusia
Habbatussauda kaya akan kandungan nutrisi sebagai tambahan energi sangat ideal untuk lansia, terutama untuk menjaga daya tahan tubuh dan revitalitas sel otak agar tidak cepat pikun. Habbatussauda mengandung 15 macam asam amino penyusun isi protein termasuk didalmnya 9 asam amino esensial. Asam amino tidak  dapat diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang cukup oleh karena itu dibutuhkan suplemen tambahan, Habbatussauda dapat mencukupinya.
Dari beberapa sumber
Related Post:
Habbatussauda/Jinten Hitam Cap Kurma Ajwa
Read More..

26 Januari 2013



PERINGATAN UNTUK WANITA BERJILBAB...! 

   

Hati-hati kerudung Seperti Punuk Unta Akibat Korban Mode. Sudah begitu saja masuk neraka, apalagi yang enggan memakainya. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْن...َابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: 1. Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan, 2. Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

 
Klik Gambar untuk tampilan lebih besar

Kriteria Jilbab Wanita Muslimah

Jika seorang wanita keluar dari rumahnya, maka ia wajib menutup seluruh anggota badannya dan tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya, kecuali wajah dan dua telapak tangannya, maka ia harus menggunakan pakaian (jilbab) yang memenuhi syarat-syarat.


Beberapa syarat hijab yang harus terpenuhi :
  1. Menutupi seluruh anggota tubuh wanita berdasarkan pendapat yang paling rajih/terang.
  2. Hijab itu sendiri pada dasarnya bukan perhiasan.
  3. Tebal dan tidak tipis atau trasparan.
  4. Longgar dan tidak sempit atau ketat.
  5. Tidak memakai wangi-wangian.
  6. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.
  7. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
  8. Tidak bermaksud memamerkannya kepada orang-orang.

Sumber : Kitab Jilbab al-Mar'ah al-Muslimah karya Syaikh Nashiruddin al-Albani rahimahullah
Download : http://www.alalbany.net/click/go.php?id=1151
Mukhtasharnya: http://www.almeshkat.com/books/open.php?cat=30&book=1005

 

 


Read More..

25 Januari 2013

Antara Berbakti kepada Orang Tua dan Taat kepada Suami

 

          Memilih antara menuruti keinginan suami atau tunduk kepada perintah orang tua merupakan dilema yang banyak dialami kaum wanita yang telah menikah. Bagaimana Islam mendudukkan perkara ini?
Seorang wanita apabila telah menikah maka suaminya lebih berhak terhadap dirinya dari pada kedua orangtuanya. Sehingga ia lebih wajib mentaati suaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ
“Maka wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (bepergian) dikarenakan Allah telah memelihara mereka…” (An-Nisa’: 34)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam haditsnya :
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ
“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan (menyenangkan) mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. Dan bila engkau bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga hartamu(1).”
Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa dibulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan(2).”
Dalam Sunan At-Tirmidzi dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.”
At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan(3).”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits ini hasan(4).” Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan lafadznya :
لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ، لِمَا جَعَلَ اللهُ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحُقُوْقِ
“…niscaya aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka dikarenakan kewajiban-kewajiban sebagai istri yang Allah bebankan atas mereka(5).”
Dalam Al-Musnad dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ، وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا، وَاَّلذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرَقِ رَأْسِهِ قَرْحَةً تَجْرِي بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيْدِ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلحسَتْهُ مَا أَدّّتْ حَقَّهُ
“Tidaklah pantas bagi seorang manusia untuk sujud kepada manusia yang lain. Seandainya pantas/boleh bagi seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya. Demi Zat yang jiwaku berada di tangannya, seandainya pada telapak kaki sampai belahan rambut suaminya ada luka/borok yang mengucurkan nanah bercampur darah, kemudian si istri menghadap suaminya lalu menjilati luka/borok tersebut niscaya ia belum purna menunaikan hak suaminya(6).”
Dalam Al-Musnad dan Sunan Ibni Majah, dari Aisyah radhiallahu ‘anha dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَلَوْ أَنَّ رَجُلاً أَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ تَنْقُلَ مِنْ جَبَلٍ أَحْمَرَ إِلَى جَبَلٍ أَسْوَدَ، وَمِنْ جَبَلٍ أَسْوَدَ إِلَى جَبَلٍ أَحْمَرَ لَكاَنَ لَهَا أَنْ تَفْعَلَ
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Seandainya seorang suami memerintahkan istrinya untuk pindah dari gunung merah menuju gunung hitam dan dari gunung hitam menuju gunung merah maka si istri harus melakukannya(7).”
Demikian pula dalam Al-Musnad, Sunan Ibni Majah, dan Shahih Ibni Hibban dari Abdullah ibnu Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
لمَاَّ قَدِمَ مُعَاذٌ مِنَ الشَّام ِسَجَدَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: مَا هذَا يَا مُعَاذُ؟ قَالَ: أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَجَدْتُهُمْ يَسْجُدُوْنَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ، فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ تَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ .فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لاَ تَفْعَلُوا ذَلِكَ، فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، وَلَوْ سَأََلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
Tatkala Mu’adz datang dari bepergiannya ke negeri Syam, ia sujud kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau menegur Mu’adz, “Apa yang kau lakukan ini, wahai Mu’adz?”
Mu’adz menjawab, “Aku mendatangi Syam, aku dapati mereka (penduduknya) sujud kepada uskup mereka. Maka aku berkeinginan dalam hatiku untuk melakukannya kepadamu, wahai Rasulullah.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan engkau lakukan hal itu, karena sungguh andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya(8).”
Dari Thalaq bin Ali, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ دَعَا زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ وَلَوْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ
“Suami mana saja yang memanggil istrinya untuk memenuhi hajatnya(9) maka si istri harus/wajib mendatanginya (memenuhi panggilannya) walaupun ia sedang memanggang roti di atas tungku api.”
Diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam Shahih-nya dan At-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan(10).”
Dalam kitab Shahih (Al-Bukhari) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْئَ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, namun si istri menolak untuk datang, lalu si suami bermalam (tidur) dalam keadaan marah kepada istrinya tersebut, niscaya para malaikat melaknat si istri sampai ia berada di pagi hari(11).”
Hadits-hadits dalam masalah ini banyak sekali dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Suami adalah tuan (bagi istrinya) sebagaimana tersebut dalam Kitabullah.” Lalu ia membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ
“Dan keduanya mendapati sayyid (suami) si wanita di depan pintu.” (Yusuf: 25)
Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Nikah itu adalah perbudakan. Maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat/memerhatikan kepada siapa ia memperbudakkan anak perempuannya.”
Dalam riwayat At-Tirmidzi dan selainnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ
“Berwasiat kebaikanlah kalian kepada para wanita/istri karena mereka itu hanyalah tawanan di sisi kalian(12).”

          Dengan demikian seorang istri di sisi suaminya diserupakan dengan budak dan tawanan. Ia tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya baik ayahnya yang memerintahkannya untuk keluar, ataukah ibunya, atau selain kedua orangtuanya, menurut kesepakatan para imam.
          Apabila seorang suami ingin membawa istrinya pindah ke tempat lain di mana sang suami menunaikan apa yang wajib baginya dan menjaga batasan/hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara istrinya, sementara ayah si istri melarang si istri tersebut untuk menuruti/menaati suami pindah ke tempat lain, maka si istri wajib menaati suaminya, bukannya menuruti kedua orangtuanya. Karena kedua orangtuanya telah berbuat zalim. Tidak sepantasnya keduanya melarang si wanita untuk menaati suaminya. Tidak boleh pula bagi si wanita menaati ibunya bila si ibu memerintahnya untuk minta khulu’ kepada suaminya atau membuat suaminya bosan/jemu hingga suaminya menceraikannya. Misalnya dengan menuntut suaminya agar memberi nafkah dan pakaian (melebihi kemampuan suami) dan meminta mahar yang berlebihan(13), dengan tujuan agar si suami menceraikannya.
Tidak boleh bagi si wanita untuk menaati salah satu dari kedua orangtuanya agar meminta cerai kepada suaminya, bila ternyata suaminya seorang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam urusan istrinya. Dalam kitab Sunan yang empat(14) dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa15 maka haram baginya mencium wanginya surga(16).”
Dalam hadits yang lain:
الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Istri-istri yang minta khulu’(17) dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik(18).”

          Adapun bila kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya memerintahkannya dalam perkara yang merupakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, misalnya ia diperintah untuk menjaga shalatnya, jujur dalam berucap, menunaikan amanah dan melarangnya dari membuang-buang harta dan bersikap boros serta yang semisalnya dari perkara yang Allah l dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan atau yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dikerjakan, maka wajib baginya untuk menaati keduanya dalam perkara tersebut. Seandainya pun yang menyuruh dia untuk melakukan ketaatan itu bukan kedua orangtuanya maka ia harus taat. Apalagi bila perintah tersebut dari kedua orangtuanya.
          Apabila suaminya melarangnya dari mengerjakan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan atau sebaliknya menyuruh dia mengerjakan perbuatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala larang maka tidak ada kewajiban baginya untuk taat kepada suaminya dalam perkara tersebut. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq(19).”
Bahkan seorang tuan (ataupun raja) andai memerintahkan budaknya (ataupun rakyatnya/orang yang dipimpinnya) dalam perkara maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak boleh bagi budak tersebut menaati tuannya dalam perkara maksiat. Lalu bagaimana mungkin dibolehkan bagi seorang istri menaati suaminya atau salah satu dari kedua orangtuanya dalam perkara maksiat? Karena kebaikan itu seluruhnya dalam menaati Allah l dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebaliknya kejelekan itu seluruhnya dalam bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Majmu’atul Fatawa, 16/381-383). Wallahu a’lam bish-shawab.
1 HR. Ahmad (2/168) dan Muslim (no. 3628), namun hanya sampai pada lafadz:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
Selebihnya adalah riwayat Ahmad dalam Musnad-nya (2/251, 432, 438) dan An-Nasa’i. Demikian pula Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
قِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ النِّساَءِ خَيْرٌ؟ قَالَ: الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَلَا فِي مَالِهِ بِمَا يَكْرَهُ
Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wanita (istri) yang bagaimanakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Yang menyenangkan suaminya bila suaminya memandangnya, yang menaati suaminya bila suaminya memerintahnya, dan ia tidak menyelisihi suaminya dalam perkara dirinya dan tidak pula pada harta suaminya dengan apa yang dibenci suaminya.”
(OLEH AL-USTADZAH UMMU ISHAQ AL-ATSARIYYAH)
  1. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa’ul Ghalil no. 1786)
  2. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 660.
  3. HR. At-Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854, didhaifkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Dha’if Sunan At-Tirmidzi dan Dhaif Sunan Ibni Majah.
  4. HR. At-Tirmidzi no. 1159 dan Ibnu Majah no. 1853, kata Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, “Hasan Shahih.”
  5. HR. Abu Dawud no. 2140, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
  6. HR. Ahmad (3/159), dishahihkan Al-Haitsami (4/9), Al-Mundziri (3/55), dan Abu Nu’aim dalam Ad-Dala’il (137). Lihat catatan kaki Musnad Al-Imam Ahmad (10/513), cet. Darul Hadits, Al-Qahirah.
  7. HR. Ahmad (6/76) dan Ibnu Majah no. 1852, didhaifkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Dha’if Sunan Ibni Majah.
  8. HR. Ahmad (4/381) dan Ibnu Majah no. 1853, kata Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Ibni Majah, “Hasan Shahih.” Lihat pula Ash-Shahihah no. 1203.
  9. Kinayah dari jima’. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ar-Radha’, bab Ma Ja’a fi Haqqiz Zauj alal Mar’ati)
  10. HR. At-Tirmidzi no. 1160 dan Ibnu Hibban no. 1295 (Mawarid), dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 3257 dan Ash-Shahihah no. 1202.
  11. HR. Al-Bukhari no. 5193.
  12. HR. At-Tirmidzi no. 1163 dan Ibnu Majah no. 1851, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dan Shahih Sunan Ibni Majah.
  13. Misalnya maharnya tidak tunai diberikan oleh sang suami saat akad namun masih hutang, dan dijanjikan di waktu mendatang setelah pernikahan.
  14. Yaitu Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.
  15. Lafadz: ((مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس)) maksudnya tanpa ada kesempitan yang memaksanya untuk meminta pisah. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)
  16. HR. At-Tirmidzi no. 1187, Abu Dawud no. 2226, Ibnu Majah no. 2055, dan Ibnu Hibban no. 1320 (Mawarid), dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, dll.
  17. Tanpa ada alasan yang menyempitkannya. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)
  18. HR. Ahmad 2/414 dan Tirmidzi no. 1186, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Tirmidzi, Ash-Shahihah no. 633, dan Al-Misykat no. 3290. Mereka adalah wanita munafik yaitu bermaksiat secara batin, adapun secara zahir menampakkan ketaatan. Ath-Thibi berkata, “Hal ini dalam rangka mubalaghah (berlebih-lebihan/sangat) dalam mencerca perbuatan demikian.” (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ath-Thalaq wal Li’an, bab Ma Ja’a fil Mukhtali’at)
  19. HR. Ahmad 1/131, kata Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dalam ta’liqnya terhadap Musnad Al-Imam Ahmad, “Isnadnya shahih.”

andayani herbal -  http://www.andayaniherbal.com/

 

Read More..

Suami Idaman yang Menyenangkan

Suami Sholeh 

Akhlaq mempunyai peran yang amat agung dalam kehidupan rumah tangga, seorang istri akan mengadukan kurangnya perhatian suami kepadanya, yaitu suami yang dingin perasaannya dingin dimana wanita itu butuh perhatian dan kasih sayang.

Begitu pula, istri anda mengharapkan kebersihan anda, karena istri anda begitu senang sekali bila suaminya rapi lagi elok pakaiannya, istri akan berusaha semaksimal mungkin dari sisi ini untuk memperhatikan pakaian suaminya, agar dia menunjukan bahwa suami begitu sangat berarti kedudukannya disisi istrinya. Saudaraku…

Hendaklah suami shalih mengetahui bahwa istri anda, sungguh telah diikat dengan ikatan cinta dan pernikahan, istri anda telah meninggalkan keluarganya dan istri anda telah mengikuti anda. 
Hendaklah anda menjaga istri anda dan hendaklah anda berakhlaq mulia dalam menyikapi istri anda sekemampuan anda. Hendaklah anda bersikap lembut, bermu’amalah kepada istri dengan etika yang baik.

Dengan semua itu, anda akan membahagiakan istri anda, keluarga, masyarakat dan ummat. Seorang Istri mempunyai harapan sebagaimana seorang suami punya harapan dari istrinya. Adapun harapan yang diidam-idamkan istri dari suaminya diantaranya adalah : 
1. Suami shalih yang Bertaqwa & berakhlak mulia. 
Yaitu seorang suami yang muamalahnya bersama seorang wanita sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan perilaku Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam, suami yang memperaktekan dalam bermu’amalah bersama istrinya apa yang terdapat dalam Islam, menjaga kemulian wanita dan hak-hak wanita, serta suami yang berpesan dengan kelembutan kepadanya. Seorang Ibunda yang shalihah mengulang-ulang nasehat seperti ini kepada putri-putrinya yang ingin menikah :
تزوجي بالذي يخاف من الله، فمن يخاف الله لا تخافي منه”
“Nikahlah engkau dengan laki-laki yang takut kepada Allah, barang siapa yang takut kepada Allah janganlah kamu takut darinya”Siapakah laki-laki yang bertaqwa (takut kepada Allah) ini? Yaitu laki-laki shalih yang konsisten dengan agama dan memiliki akhlak mulia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه”
“Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaqnya, maka hendaklah kalian menikahkan (putrimu) dengannya”.
(Dishahihkan oleh Syekh Al-Albani dalam” Shahih Ibnu Majah” 1967). 

2. Suami shalih yang dermawan. 
Laki-laki dermawan itu sebuah tuntutan, orang-orang Arab mengatakan :
“الكرم يغطي مئة عيب وعيب”
“Kedermawanan akan menutupi ratusan aib “. Kata-kata kedermawanan yang didengar oleh wanita dari laki-laki yang melamar, akan memberikan pengaruh kuat untuk menyetujui yang laki-laki yang meminangnya, dan sifat kedermawanan bukan hanya dengan harta, yang dermawan itu adalah dermawan dengan perasaannya, akhlaqnya.
Dermawan itu diantara salah satu sifat yang sangat erat kaitannya dengan Ar-Rujuulah (kejantanan laki-laki). 

3. Suami shalih yang mengetahui kebutuhan & perasaan isterinya. 
Seorang wanita akan merasa sempit dengan seorang laki-laki pendiam, banyak sekali wanita yang kehilangan seorang suami yang mengungkapkan perasaannya, menampakkan kekagumannya dengan istrinya, memperdengarkan kata-kata pujian & rayuan yang meliputi kehidupan dirumah tangganya dengan penuh cinta dan kebersamaan.
Sesungguhnya yang dirindukan wanita adalah suami yang mengungkapkan kecintaannya dan perhatian kepadanya, menampakkan kekagumannya dengan apa yang dilakukanya, dan merayunya.
Berapa banyak wanita yang berlama-lama untuk berdandan dan berhias bagi suaminya didepan cermin, namun sayang sekali dia tidak mendapatkan dari suaminya ucapan sanjungan dan kekaguman kepadanya. 

4. Suami shalih yang menghormati istrinya. 
Istri menginginkan suami yang menghormatinya, menghormati didepan keluarga suami dan keluarganya, menghormati didepan anak-anak mereka, menghormati pendapatnya, pemikirannya, tidak mengejek antusias wanita dan kesemangatannya, bermua’amalah bersamanya sebagai manusia yang punya pikiran dan pandangan bukan jasad saja, ngobrol dan berbincang-bincang dan bermusyawarah dengan istrinya dalam rangka meneladani penghulu manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bermusyawarah dengan istri-istrinya dan mengambil pendapat mereka. 

5. Suami Shalih yang menundukan pandangannya. 
Sesungguhnya banyak wanita yang kemuliaan dan kehormatannya terluka karena suaminya melihat wanita lain atau menampakan kekagumannya kepada wanita lain, walaupun ia tidak menyadarinya dengan hal itu.
Seorang wanita akan kagum dengan seorang laki-laki yang tidak peduli dengan wanita selainnya walaupun bagaimana kedaan fitnah mereka, wanita itu merasakan bahwa suaminya punya kepribadian yang kuat, bahwa suaminya lebih besar untuk tidak terfitnah dengan wanita lain. 

6. Suami shalih yang merasa cukup dia sajalah istrinya didunia ini. 
Merupakan suatu kepastian bahwa wanita lebih mengutamakan seorang laki-laki yang tidak berfikir walaupun hanya sekedar berfikir saja untuk ada ikatan dengan wanita lain, seorang istri menginginkan suami yang merasa cukup dengan istrinya saja, dan dialah yang terbaik diantara semua wanita didunia ini. suami yang mustahil suatu hari nanti melangkah untuk menikah dengan wanita lain bagaimanapun sebabnya. seorang istri menginginkan bahwa dialah wanita yang pertama dan terakhir dalam kehidupan suaminya. 

7. Suami shalih yang bertanggung jawab. 
Seorang wanita menikah dengan harapan akan melemparkan segala beban-bebannya kepada suami yang bisa dipercaya, seorang wanita meletakan kepalanya diatas pundaknya dengan tenang bahwa dialah suami yang akan mengendalikan bahtera rumah tangga yang sedang ditungganginya yaitu suami yang tidak akan menyia-nyiakannya dan akan berhenti melawan berbagai macam ombak yang menerjang keluarganya. suami yang akan selalu mencari yang lebih utama untuk hari esok. 

8. Suami shalih yang punya semangat tinggi.
Dia selalu mencari cara untuk memperbaiki kondisi ekonominya atau memperbaiki thalabul ‘ilminya -dengan tidak melupakan kesemangatan istrinya, maka tidak hanya satu saja yang unggul dan meninggalkan istrinya jauh darinya, bahkan suami yang membawanya bersamanya untuk sama-sama mencapai cita-citanya untuk maju ke depan bersama kearah yang lebih utama, satu tujuan yang diinginkan bersama untuk bisa sampai kepada tujuan.

9. Suami shalih yang lembut.
Sebagian wanita membawa beban yang berat dari suami-suami mereka yang mudah emosi, oleh karena itu laki-laki yang lembut yang memahami wanita dan mengayominya, mencari tempat-tempat yang menenangkan perasaan didalam lubuk hati wanita, bermu’amalah dengan penuh kesabaran dalam segala problem yang dihadapinya, mengambil sikap tenang. Perilaku suami yang lembut lebih disenangi oleh wanita dari pada seorang laki-laki yang gampang emosi yang mana sikap emosi ini akan menambah musibah. Berapa banyak beberapa rumah tangga menjadi hancur berantakan dengan sebab laki-laki yang gampang emosi?

10. Suami shalih yang elok & rapi.
Biasanya wanita itu diminta agar bersolek untuk suaminya, menampakan didepan suami dengan perhiasan yang paling indah, kadang hilang dibenak suami bahwa wanitapun sama, dia mempunyai naluri yang diciptakan untuk menyenangi hal demikian pula dia mengharapakan laki-laki memperhatikan keindahan dirinya.
قال ابن عباس رضي الله عنه: “إني لأتزين لزوجتي كما أحب أن أتزين لي”
Ibnu ‘Abbas -semoga Allah meridhainya berkata : “Sesungguhnya aku betul-betul akan berhias bagi istriku sebagaimana aku mennyukai istriku berhias untukku”.

11. Suami shalih yang membantu istrinya.
Bukti Ar-Rujuulah (kejantanan) yang sebenarnya adalah laki-laki yang mengulurkan tangannya untuk membantu istrinya dalam rangka meneladani Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam.
فعن الأسود قال: سألت عائشة ماكان النبي صلى الله عليه وسلم يصنع في بيته؟ قالت: كان يكون في مهنة أهله، فإذا حضرت الصلاة يتوضأ ويخرج إلى الصلاة.
“Dari Aswad berkata : Aku bertanya kepada ‘Aisyah apa yang dilakukan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dirumahnya? Aisyah berkata : “Beliau melakukan pekerjaan keluarganya, apabila telah hadir waktu shalat, beliau berwudhu dan keluar untuk melakukan shalat”.
(Diriwayatkan oleh Imam Bukhori 676)

Dalam riwayat lain :
Dari ‘Aisyah berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjahit bajunya, menambal sandalnya dan mengerjakan apa yang dikerjakan laki-laki dirumah-rumah mereka”.

(Dishahihkan oleh syekh Al-Albani didalam shahih jami’ 4937).
Nuruddin Muhammad Fattah Sulaiman
Makkah Al Mukarramah 01/02/1434H.
Sumber: “Akhlak Al-Azwaj”, Dr. Zaid bin Muhammad Ar-Rumani & Kitab “Ma yakrohuhu ar-rijal fi an-nisaa”, Ustadzah Dr. ‘Ayidah Ahmad Ash-Shalal (dengan sedikit perubahan)

Sumber : http://muslimah.or.id

andayani herbal -  http://andayaniherbal.com
Read More..